Penulis : Hendrajit | |||
Meski dikenal sebagai pemimpin yang sangat keras dan tanpa kompromi dalam menumpas gerakan separatis Chechnya yang didukung kelompok Islam berhaluan Wahabi dari Pakistan dan Taliban yang berbasis di Afghanistan, Presiden Federasi Rusia ternyata telah membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang merangkul Islam sebagai kekuatan strategis yang menjadi faktor penting tetap bersatunya Rusia sebagai negara berdaulat. | |||
Meski dikenal sebagai pemimpin yang sangat keras dan tanpa kompromi dalam menumpas gerakan separatis Chechnya yang didukung kelompok Islam berhaluan Wahabi dari Pakistan dan Taliban yang berbasis di Afghanistan, Presiden Federasi Rusia ternyata telah membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang merangkul Islam sebagai kekuatan strategis yang menjadi faktor penting tetap bersatunya Rusia sebagai negara berdaulat. Mendukung Islam berarti perdamaian, nampaknya itulah yang menjadi pedoman politik Presiden Putin dalam memberi arah kebijakan strategis dalam merangkul Islam di Rusia. Terlepas fakta bahwa kelompok gerakan separatisme Islam Chechnya yang bermaksud memisahkan diri dari Republik Federasi Rusia ternyata didukung secara diam-diam oleh Inter Service Intelligence (ISI), badan Intelijen Pakistan yang sudah bersekutu cukup lama dengan badan intelijen Amerika CIA sejak perang dingin hingga kini, Putin nampaknya tidak kehilangan akal sehatnya untuk menyadari bahwa warga muslim Rusia saat ini berjumlah 20 juta orang atau 15% dari sekitar 142 juta orang Rusia. Suatu jumlah yang cukup besar, bahkan untuk keberadaan sebuah negara bangsa sekalipun. Maklum, sejak bubarnya Uni Soviet, Islam menjadi agama kedua terbesar di Rusia, dan menjadi agama yang terpesat pertumbuhannya di Rusia, bahkan lebih pesat dibandingkan di Eropa. Sekadar informasi, Islam di Rusia telah ada sejak kurun waktu yang cukup lama. Pengaruhnya tidak saja terlihat dalam perkembangan keagamaan, melainkan juga dalam bidang sosial budaya dan perpolitikan. Islam di Rusia sejak abad ke 7 menyebar di jazirah Rusia. Komunitas Muslim terkonsentrasi di daerah antara Laut Hitam dan Laut Kaspia dan di beberapa negara federasi, serta sejumlah kota seperti Samara, Nyzny Novgorod, Tyumen, dan St Petersburg. Sedangkan sebagian besar penduduk tersebar di daerah sekitar Sungai Volga (Tartastan), pegunungan Ural, beberapa wilayah Siberia dan Kaukasus Utara. Dan satu lagi catatan penting, di Rusia hingga kini ada lebih dari 4000 masjid. Bisa dimengerti jika Putin dan para penentu kebijakan Rusia, kemudian menempuh sebuah langkah yang cukup strategis, yaitu melakukan kebijakan pro-Islam seperti mendukung pengembangan tempat ibadah dan pendidikan Islam di Rusia. Bukan itu saja. Di tingkat dunia internasional, Putin mencetuskan gagasan bahwa Rusia harus ikut serta dalam kegiatan Organisasi Konferensi Negara-negara Islam (OKI), sekalipun hanya sebagai peninjau. Dan perjuangan tersebut akhirnya berhasil terwujud dengan diterimanya Rusia sebagai peninjau tetap pada pertemuan Organisasi Konferensi Islam di Kuala Lumpur Malaysia pada 2003 lalu. Dan yang cukup membanggakan, Putin sendiri hadir pada momen bersejarah tersebut. Melihat kenyataan tersebut, bisa dimengerti jika ada beberapa kalangan di dalam negeri Rusia dan bahkan di Chechnya itu sendiri, yang justru memandang positif keberhasilan Putin menumpas gerakan separatis Islam ala Al-Qaeda dan Taliban. Karena itu berarti momentum bagi warga muslim Rusia untuk diperhitungkan Putin sebagai salah satu kekuatan pemersatu yang cukup penting bagi Republik Rusia Bersatu. Bahkan di Chechnya, Putin telah mengondisikan agar warga muslim menjadi kekuatan utama yang menyatukan masyarakat Chechnya. Kenyataan ini nampaknya bukan sekadar angan-angan. Karena disamping Chechnya, Putin sebagai pemimpin tertinggi Republi Federasi Rusia agaknya sadar betul bahwa Hingga kini terdapat sembilan republik Islam dalam naungan negara Federasi Rusia, yaitu Adegia, Bashkortastan, Dagestan, Ingushetia, Kabardino-Balkariya, Karachaevo-Cherkhesia, Osetia Utara (sekalipun di daerah ini juga bermukim umat Kristiani), Tatarstan, dan Chechnya. Baik di Rusia maupun di negara-negara yang mengitarinya (eks Uni Soviet) kini tercatat lebih dari 6.000 perkumpulan Islam yang aktif. Menyadari kenyataan ini, wajar jika Putin membuat kebijakan pro Islam dengan melibatkan mereka dalam berbagai kegiatan nasional Rusia sehingga kaum muslim Rusia merasa memiliki peran penting seperti saudaranya, etnis Rusa, dalam pembangunan negeri warisan Tsar tersebut. Pertimbangan Putin ya itu tadi, mendukung dan mengakomodasi aspirasi dan kepentingan warga Muslim Rusia berari menciptakan perdamaian. Di Fora Internasional Persis setahun yang lalu, tepatnya pada 27-28 Maret 2006, Pemerintah Federasi Rusia memprakarsai gagasan terbentunya Alliance of Civilization (Aliansi Peradaban) antara Rusia dan Dunia Islam. Pertimbagan Rusia, dunia Islam merupakan kekuatan dunia yang cukup signifikan dan dapat menjadi mitra dalam mewujudkan tatanan dunia baru yang damai, adil dan beradab. Bahkan dalam pertemuan para tokoh Rusia dan 15 tokoh dari berbagai Negara Islam termasuk Indonesia tersebut, ditegaskan perlunya dialog dan kerjasama antar peradaban. Ini jelas sebuah momen bersejarah bagi Rusia mengingat dalam pertemuan tersebut hadir beberapa negara Islam penting seperti Mesir, Pakistan, Iran, Aljazair, Bangladesh, Kuwait, Jordan, Uni Emirat Arab, Tunisia, Yaman, Uzbekistan, Tajikistan, Karzakastan, Kirgistan, dan Indonesia. Indonesia sendiri ketika itu diwakili oleh Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Dr Din Syamsuddin. Dalam kesempatan tersebut Syamsuddin bahkan mengatakan bahwa aliansi strategis Rusia-Dunia Islam berpotensi menjadi kekuatan penentu bagi arah perkembangan peradaban dunia menyusul kerusakan dunia yang disebabkan hegemoni dunia barat. Aspek lain yang menarik dari pertemuan tahun lalu tersebut, ditegaskan bahwa terorisme harus diberantas tanpa menggunakan cara-cara teror itu sendiri. Sebuah penyikapan yang jelas berbeda dengan yang dikumandangkan negara-negara barat khususnya Amerika Serikat. Belajar dari pengalaman pahit Rusia menghadapi gerakan separatisme Chechnya, Rusia nampaknya bisa berempati dan bahkan bersimpati terhadap negara-negara berpenduduk mayoritas Islam seperti Indonesia dalam menghadapi kelompok terorisme yang mengklaim sebagai kelompok atau pejuang Islam. Rusia belajar dari kasus Chechnya, nampaknya menyadari bahwa kelompok Islam yang memotori gerakan separatisme ternyata membawa paham ke-Islaman yang merupakan impor dari Timur Tengah, Pakistan, maupun Afganistan yang tidak punya akar yang cukup kuat dan dukungan yang cukup luas di Chechnya maupun di provinsi-provinsi lain di bawah naungan Republik Federasi Rusia. Jika dilihat anatomi warga muslim Rusia, Mayoritas muslim di Rusia adalah kelompok Suni dan terdiri dari dua mazhab, yakni mazhab Syafii di Caucasus Utara dan mazhab Hanafi di berbagai wilayah negeri ini. Fakta ini dengan jelas mengindikasikan bahwa tradisi Islam di Rusia sangat tidak cocok dengan praktek-praktek yang membenarkan dan menghalalkan cara-cara kekerasan, apalagi tindak terorisme dengan dalih perang suci atau Jihad. Tidak mengejutkan ketika beberapa bulan kemudian, pada September 2006, Kelompok Visi Strategis Rusia dan Dunia Islam mengecam terorisme serta menolak pembajakan agama dan afiliasi nasional untuk terorisme. Sebaliknya, fobia Islam tak akan dapat memberi keuntungan bagi siapa pun, tetapi hanya memperburuk situasi. Dalam pertemuan yang kali ini dilangsungkan di Tatarstan Rusia pada 31 Agustus 2006, dalam deklarasinya menegaskan Kami mengimbau agar dilakukan upaya konkret untuk melakukan dialog dan memunculkan saling pengertian di antara berbagai peradaban, kebudayaan, dan agama yang dilandasi oleh toleransi, penghargaan, dan kebebasan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing. Disamping mengajak negara-negara Islam untuk mengadakan dialog lintas agama dan peradaban, Rusia nampaknya juga punya contoh keberhasilan (success story) dalam membangun tolerasi beragama. Yang mereka jadikan contoh success story adalah Tatarstan, yaitu dalam membangun kerukunan antar umat beragama. Misalnya, Sukses ekonomi dan perkembangan sosial di Tatarstan tidak hanya dimungkinkan karena kerja sama konstruktif dari seluruh agama yang ada, khususnya Islam dan Katolik Ortodoks. Peran pendidikan di kalangan muda dan sikap toleransi menjadi penggerak bagi perkembangan di semua aspek. Presiden Tatarstan Mintimer Shaimiev mengatakan kepada para wartawan, pada tahun 1990 muncul Deklarasi Kedaulatan Negara yang memproklamirkan kesamaan di antara warga dan bahasa. Anda dapat melihat bahwa hidup berdampingan secara damai dari beragam pemeluk agama memberi sumbangan bagi stabilitas perkembangan masyarakat. Yang penting di sini adalah bagaimana menyeimbangkan seluruh kepentingan dan menolak ekstremisme. Untuk melemahkan motivasi dari sikap dan organisasi yang radikal, butuh opini publik untuk tidak menerimanya, katanya. Nampaknya ini pula yang dianut Putin, bahwa hidup berdampingan secara damai antar umat beragama di Rusia, berarti merangkul Islam sebagai salah satu kekuatan pemersatu yang cukup penting untuk menyatukan seluruh masyarakat di bahwa naungan Republik Federasi Rusia. Secara historis, keinginan Putin bukannya tanpa dasar sama sekali. Sejarah awal kedatangan Islam di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Rusia bertepatan dengan mulai dianutnya agama Kristen di Rusia. Islam pertama kali disebarkan di Caucasus Utara pada paruh kedua abad ke-7. Di wilayah Volga, suku bangsa Tatar memeluk agama Islam pada abad ke-10, sedangkan suku bangsa Rus memeluk Kristen pada tahun 988. Pada perkembangannya kemudian, ketika prajurit-prajurit Rusia bermunculan di Siberia pada abad ke-16, agama Islam telah berkembang dan dianut penduduk asli Tatar Siberia selama 300 tahun. Hebatnya lagi, Islam di Rusia kemudian berhasil menjadi perekat antar berbagai suku. Misal, Islam berhasil mempererat persahabatan berbagai suku bangsa Rusia seperti Tatar, Chechnya, Inghus, Kabardin, dan Dagestan - serta membantu suku-suku itu untuk melestarikan identitas budaya dan peradaban mereka. Satu lagi fakta baru, bahwa Islam di Rusia telah berhasil memainkan peran dalam mendorong pelestarian budaya dan kearifan lokal dari peradaban Rusia. Bukti lain yang tak kalah penting, Umat muslim Rusia dewasa ini tersebar dalam 40 kelompok etnis. Yang paling banyak ialah etnis Tatar (lebih dari lima juta orang, atau sekitar 4% dari total populasi dan merupakan kedua terbesar setelah Rusia), sedangkan etnis-etnis Bashkir dan Chechnya masing-masing satu juta orang. Pada 2000, Rusia memiliki sekitar 4.750 masjid. Itu yang tercatat resmi, tapi banyak belum tercatat. Di Dagestan saja ada sekitar 1.600 sampai 3.000 masjid. Hal serupa juga dijumpai di wilayah Caucasus Utara. Selama 10 tahun terakhir ini, jumlah masjid di Tatarstan telah melampaui 1.000 buah. Di ibu kota Rusia, ada sekitar satu juta umat Islam yang tergabung dalam 20 komunitas. Moskow memiliki lima buah masjid. Menurut data para ahli, di seluruh Rusia ada sekitar 7.000 masjid. Inilah gambaran nyata kehidupan warga muslim di Rusia yang ternyata bisa hidup damai berdampingan dengan agama-agama lain, berkat kepemimpinan dan kebijakan pro Islam Presiden Putin yang berhasil merangkul elemen-elemen moderat Islam di Rusia bersatu mempertahankan Republik Federasi Rusia, sekaligus menggalang suatu aliansi strategis dengan dunia Islam sebagai kekuatan alternative di luar hegemoni Amerika maupun negara-negara eropa barat. |
0 komentar:
Posting Komentar