Suasana waktu itu sangat ramai, berhubung seorang senior matematika memromosikan usaha bimbel bahasa inggris. Terlihat dari jauh, semangat yang membara menyampaikan visi dan misi jenis usahanya. Alhamdulillah, masih dalam Rahmat-nya sehingga dapat meminimalisir ikhtilat meskipun tidak dapat dipungkiri akan terjatuh dalam hal tersebut, ku putuskan untuk duduk paling belakang pojok dan mengambil buku andalanku "Misteri Kedasyatan Neraka" oleh syaikh Mahir ahmad. Aku fokuskan membaca kalimat demi kalimat di buku tersebut, tapi sangat sulit untuk memahaminya karena suara teman-teman yang begitu lantang. Hingga beliau (kakak senior) melemparkan sebuah perkataan yang memecahkan suasana.
"Kalian harus ketahui, bahwa 80% yang bimbel ditempat kami adalah perempuan"
MasyaAllah, kegaduhan menjangkiti ruangan itu, hingga kuping ini terasa panas. Sungguh, tingkat kefokusanku kini down, terlihat teman laki-laki ku tertawa lebar mendengar ucapan beliau. Begitupula sebagian perempuannya. Bingung dengan suasana ini, ntah apa yang harus ku perbuat. Hingga, ku lihat salah seorang ikhwah yang notabene ikut kajian islam keluar meninggalkan ruangan. Kuputuskan untuk keluar kelas juga dan membawa buku "Jejak teabi'ien", karena buku "Misteri Kedasyatan Neraka" terlalu tebal dan hardcover yang kemudian di baca di luar. Langkahan kaki ini ingin segera menuju pintu keluar, berjalan di tengah kumpulan perempuan, ibarat melihat oase di gurun kalahari penuh kalenjengking menyengat yang ingin rasanya segera ku capai.
Cahaya matahari yang tidak biasanya menyapaku di depan pintu, tak terlihat satu pun mahasiswa yang memakai almamater orange di luar kelas, hati ini bertanya kemana saudaraku yang keluar tadi. Haruska aku masuk ke dalam kelas lagi, astagfirullah, itu tidak mungkin. Tiba-tiba Long term memory kini ter-retrival kedalam kognitifku, masih teringat pesan dari salah saorang ustadz Lc (License) yang mengatakan bahwa, tiap berada di situasi ikhtilat parameter dosa terus berputar bagaikan kincir angin yang ada di negeri tulip sana. Ditambah lagi, fatwa syaikh yang luar biasa "Syaikh Bin Baz" yang menyatakan bahwa haramnya berada di kondisi ikhtilat.
Hanya kursi coklat yang berada dekat tangga yang bisa ku temani pada saat itu, dan buku jejak tabi'en. Ketika berhadapan dengan kertas yang berisi tarian pena, hal yang wajar ketika seseorang itu merasa jenuh, apatah lagi di siang hari. Kulihat jam tangan, 5 menit lagi jam 12. Kuputuskan untuk masuk kembali ke dalam ruangan untuk mengambil tas, meskipun jam kuliah belum selesai.
Astagfirullah, lagi-lagi jalanan yang ada ditengah antara tempat duduk di kuasai oleh perempuan yang sedang berbicara. Kebingungan kini menjangkitiku, antara kembali atau tidak. Aku pun terdiam kira-kira 1 meter dari kumpulan perempuan itu, berharap dia melihat ke arahku untuk memberikan jalan. Hingga terdengar suara perempuan memanggil salah seorang perempuan yang ada dikumpulan itu. Alhamdulillah, majelis standing speaknya kini terpecah dan akupun menuju ke tempat duduk tadi. Kuangkat tasku yang berat ini meninggalkan kelas, dan pamit dengan teman yang ada disamping.
"Mau kemana? Belum selesai kuliah, aish.. nanti saya kasih kartu kuning", teriak salah seorang saudaraku.
Aku hanya tersenyum, ntah apa yang harus ku balaskan karena situasinya sudah tidak kondusif. Langkahku semakin cepat, dan akhirnya keluar ruangan. Terdengar suara perempuan melontarkan pertanyaan kepadaku. Aku heran apa yang harus kulakukan, ku lihatnya dan akupun menjawab pertanyaannya yang ternyata seorang senior di jurusanku. Ntah, bagaimana hukum mengenai hal ini. Ini merupahkan tamparan buat kami, agar belajar ilmu agama lagi.
Alhamdulillah, akhirnya dapat terbebaskan dalam situasi yang tidak kondusif. Mungkin sebagian teman ada yang berpersepsi bahwa saya memilih-milih teman, tidak mau bersosialisasi, menyolehkan diri sendiri, ataupun hal lainnya. Bukan seperti itu, karena ada hal lain yang mendasari mengapa aku seperti demikian. Dan sekiranya dia mengetahui, pasti dia akan mencintainya.
Analogi yang sederhana dalam permasalahan ini. Masih teringat beberapa bulan yang lalu ketika memakai pakaian putih hitam (Maba), apa yang senior katakan kepada kita. Yah, of course... Sami'na wa ato'na, tidakkah kita berpikir sodara? mengapa ketika senior kita memerintahkan kita melakukan sesuatu dengan mudahnya kita merealisasikan? Bagaimana dengan Tuhan Kita? yang menciptakan senior kita? yang mana yang mesti kita dengarkan.
Semoga kita semua diberikan hidayah-nya dilimpahkan Rahmat-Nya
Dan diberikan kemudahan untuk mempelajari ilmu agama-Nya yang sangat Amazing.
"Kalian harus ketahui, bahwa 80% yang bimbel ditempat kami adalah perempuan"
MasyaAllah, kegaduhan menjangkiti ruangan itu, hingga kuping ini terasa panas. Sungguh, tingkat kefokusanku kini down, terlihat teman laki-laki ku tertawa lebar mendengar ucapan beliau. Begitupula sebagian perempuannya. Bingung dengan suasana ini, ntah apa yang harus ku perbuat. Hingga, ku lihat salah seorang ikhwah yang notabene ikut kajian islam keluar meninggalkan ruangan. Kuputuskan untuk keluar kelas juga dan membawa buku "Jejak teabi'ien", karena buku "Misteri Kedasyatan Neraka" terlalu tebal dan hardcover yang kemudian di baca di luar. Langkahan kaki ini ingin segera menuju pintu keluar, berjalan di tengah kumpulan perempuan, ibarat melihat oase di gurun kalahari penuh kalenjengking menyengat yang ingin rasanya segera ku capai.
Cahaya matahari yang tidak biasanya menyapaku di depan pintu, tak terlihat satu pun mahasiswa yang memakai almamater orange di luar kelas, hati ini bertanya kemana saudaraku yang keluar tadi. Haruska aku masuk ke dalam kelas lagi, astagfirullah, itu tidak mungkin. Tiba-tiba Long term memory kini ter-retrival kedalam kognitifku, masih teringat pesan dari salah saorang ustadz Lc (License) yang mengatakan bahwa, tiap berada di situasi ikhtilat parameter dosa terus berputar bagaikan kincir angin yang ada di negeri tulip sana. Ditambah lagi, fatwa syaikh yang luar biasa "Syaikh Bin Baz" yang menyatakan bahwa haramnya berada di kondisi ikhtilat.
Hanya kursi coklat yang berada dekat tangga yang bisa ku temani pada saat itu, dan buku jejak tabi'en. Ketika berhadapan dengan kertas yang berisi tarian pena, hal yang wajar ketika seseorang itu merasa jenuh, apatah lagi di siang hari. Kulihat jam tangan, 5 menit lagi jam 12. Kuputuskan untuk masuk kembali ke dalam ruangan untuk mengambil tas, meskipun jam kuliah belum selesai.
Astagfirullah, lagi-lagi jalanan yang ada ditengah antara tempat duduk di kuasai oleh perempuan yang sedang berbicara. Kebingungan kini menjangkitiku, antara kembali atau tidak. Aku pun terdiam kira-kira 1 meter dari kumpulan perempuan itu, berharap dia melihat ke arahku untuk memberikan jalan. Hingga terdengar suara perempuan memanggil salah seorang perempuan yang ada dikumpulan itu. Alhamdulillah, majelis standing speaknya kini terpecah dan akupun menuju ke tempat duduk tadi. Kuangkat tasku yang berat ini meninggalkan kelas, dan pamit dengan teman yang ada disamping.
"Mau kemana? Belum selesai kuliah, aish.. nanti saya kasih kartu kuning", teriak salah seorang saudaraku.
Aku hanya tersenyum, ntah apa yang harus ku balaskan karena situasinya sudah tidak kondusif. Langkahku semakin cepat, dan akhirnya keluar ruangan. Terdengar suara perempuan melontarkan pertanyaan kepadaku. Aku heran apa yang harus kulakukan, ku lihatnya dan akupun menjawab pertanyaannya yang ternyata seorang senior di jurusanku. Ntah, bagaimana hukum mengenai hal ini. Ini merupahkan tamparan buat kami, agar belajar ilmu agama lagi.
Alhamdulillah, akhirnya dapat terbebaskan dalam situasi yang tidak kondusif. Mungkin sebagian teman ada yang berpersepsi bahwa saya memilih-milih teman, tidak mau bersosialisasi, menyolehkan diri sendiri, ataupun hal lainnya. Bukan seperti itu, karena ada hal lain yang mendasari mengapa aku seperti demikian. Dan sekiranya dia mengetahui, pasti dia akan mencintainya.
Analogi yang sederhana dalam permasalahan ini. Masih teringat beberapa bulan yang lalu ketika memakai pakaian putih hitam (Maba), apa yang senior katakan kepada kita. Yah, of course... Sami'na wa ato'na, tidakkah kita berpikir sodara? mengapa ketika senior kita memerintahkan kita melakukan sesuatu dengan mudahnya kita merealisasikan? Bagaimana dengan Tuhan Kita? yang menciptakan senior kita? yang mana yang mesti kita dengarkan.
Semoga kita semua diberikan hidayah-nya dilimpahkan Rahmat-Nya
Dan diberikan kemudahan untuk mempelajari ilmu agama-Nya yang sangat Amazing.
1 komentar:
subahanallah... tulisan yang menginspirasi...
izin kopi yah...
Posting Komentar